Oleh: Rokhmat
Orang tua dan anak adalah dua sosok yang perannya tak bisa dipisahkan begitu saja. Di balik sosok seorang anak, ada orang tua yang berdiri di belakangnya. Pun demikian sebaliknya, orang tua tidak akan disebut sebagai orang tua jika tak ada sang anak. Sebagai anak, pernahkah kamu berpikir, apa sebenarnya impian dan harapan yang diinginkan oleh orang tua kepada anak-anaknya?
Sebagian besar anak akan berpikir kalau keinginan orang tua kepada anaknya adalah agar anak bisa berbakti dan sukses ke depannya. Tapi, di samping harapan-harapan yang telah disebutkan di atas, sesungguhnya orang tua memiliki impian sederhana yang tak pernah terpikirkan oleh anak-anaknya. Saking sederhananya, impian orang tua ini jarang sekali terucap oleh mereka.
Bukan hanya sekadar bersekolah dan mendapatkan segudang prestasi, orang tua selalu berharap agar ilmu yang didapat oleh anaknya bisa bermanfaat terhadap sesama. Pun gelar yang kamu dapatkan diharapkan dapat dipertanggungjawabkan dengan sebaik-baiknya. Jadi, bukan banyaknya ilmu dan tingginya gelar pendidikan yang orang tua harapkan, tapi seberapa bermanfaatkah ilmu dan gelar yang didapatkan untuk dibagikan terhadap sesamamu itu.
Berikut sebuah kisah cerita seorang anak yang sedang berupaya pencarian bagaimana caranya membahagiakan orang tuanya yang selama ini menjadi sebuah harapan dan impian sejak ia lahir yaitu sebuah doa yang sangat simpel namun sangat sulit di praktikan oleh seluruh manusia tersebut yang biasa kita jumpai dalam berbagai momen acara tasyakuran aqiqah baik dalam tulisan ataupun ungkapan selamat atas kelahiran anaknya " semoga kelak anak yang telah lahir menjadi anak yang sholih atau sholikha bermanfaat bagi agama dan bangsanya ".
Pertanyaan yang pertama.
* Tidak asing bukan kita mendengar atau melihat untaian kalimat doa dan harapan di atas yang sering kita baca dan kita dengar?
* Sudahkah sampean merealisasikannya, seperti apa?
Pertanyaan berikutnya..
* Atau justru panjenengan sama sekali mewujudkan yang bukan harapan orang tua?
* Dan pertanyaan yang berikutnya, bahkan membuat kecewa hingga mempermalukan orang tua dan keluarga naudzulbillah mudah-mudahan gak deh ya?
Nanti ada pertanyaan lagi ditunggu aja..
Gak usah ngeles jawab saja jujur, nggak jujur juga terserah eloo gua juga gak nyutuh ngebolehin di lah iya memang ada anjuran berbohong. Silakan boleh di jawab masing-masing mau jawab keroyokan pake kompak juga silakan, boleh dalam hati, ditulis juga bagus, diungkapkan sama ibu atau ayah lebih keren. Konsekuensinya mau mulai kapan kalo memang merasa belum mewujudkan harapan orang orang tua?. Hihihihi belum ge bisa jawab dah diberondong pertanyaan bae.
Ada hal yang mengganjal dalam benak pikiran saya, kala anak sudah sekolah dan mempunyai segudang prestasi baik rangking maupun jabatan dan nominal pendapatan materiil yang fantastis tak ayal orang tua pun terkadang sangat begitu bangganya bahkan tak segan mengungkapkan ke handai taulan dan para kerabat anaknya berhasil meraih prestasi, bahkan di pos ting melalui berbagai medsos.
Yaa is okelah siapa sih yang tidak bangga anaknya berhasil meraih prestasi ya tentunya bangga atas prestasi anak namun apakah prestasi jaminan menjadi barometer anak sholih dan sholiha apabila prestasi hanya sebatas kebanggaan tanpa diarahkan prestasi tersebut sebagai jembatan ibadah yang nantinya sebagai ladang amal shalih yang diimplementasikan untuk mengabdi pada agama dan masyarakat.
Berikut hal kita yang notabenya mungkin belum berkeluarga dan mempunyai anak sudahkah mewujudkan harapan orang tua kita selama ini?
Pernah suatu ketika saya ngobrol dengan teman yang sudah berkeluarga kala itu ngobrol bertiga dalam satu mobil sedang menuju ke suatu tempat dalam perjalanan nuansa santai saya bertanya kepada istri dari teman saya sebut saja istri teman saya bernama Fitri, dan suaminya bernama Aan. Sebelumnya minta ijin dulu sama Kang Aan.
"Kang Aan sebelumnya mohon maaf ijin boleh enggak saya bertanya sama istri sampean?
“Boleh, silakan Kang.” Selanjutnya saya bertanya sama istri Kang Aan.
“Mbak Fitri dulu sebelum nikah, dulu Mbak Fitri harapan mempunyai seorang suami yang seperti apa? Kaya, ganteng, gagah, mapan atau yang lain?" Sengaja pertanyaan tidak saya sisipkan dengan pilihan suami yang sholih.
Mbak Fitri terdiam agak lama, mungkin segan pertanyaan yang lontarkan didepan suaminya. Sebelum menjawab Kang Aan pun tersenyum dan mempersilahkan istrinya menjawab.
“Gak apa-apa Mah jawab saja sejujurnya hehehehe”
Mbak Fitri pun menjawab” Yaaa yang mapan lah”
Saya kembali bertanya “mapan itu yang bagaimana Mbak Fitri?”
“yaaa berpikir dewasa, bisa mencukupi segala kebutuhan, sayang sama keluarga, perhatian begitu kira-kira hehehe”
“Gak kepingin punya suami yang sholih?”
“ya pingin lah”
“yaaaa ganti aja nama suami Mbak Fitri dengan nama sholih hahahahaha kan sudah selesai, enggak Mbak becanda”
“Kang Aan kira-kira sudah menjadi kategori suami yang sholih belum Mbak? “imbuh pertanyaan saya.
Mbak Fitri terdiam sejenak, dan bertanya kepada suaminya.
“Pah hehehe Papa sudah menjadi suami sholih belum?”
Suaminya menjawab
“yaa nggak tahu, yang jelas Papa mah belum merasa menjadi suami atau orang sholih”.
Saya menimpali dari obrolan mereka berdua dengan pertanyaan lagi.
“Mbak Fitri dan Kang Aan jadi orang sholih itu gampang gak sih? Apakah orang sholih itu takarannya mapan, kaya, punya jabatan, prestasi yang banyak atau yang lain?”
Berhubung sudah mencapai tujuan obrolan terputus dan Kang Aan menyampaikan dengan menutup obrolan
“Terima kasih Kang obrolan tadi walaupun obrolan ringan namun sangat mengena khususnya buat saya pribadi dan istri saya, nanti kapan waktunya kita sambung ya Kang terima kasih banyak?”
“sama-sama kang saling belajar saya tidak berniat menggurui, mungkin bisa saja saya justru banyak belajar dari sampean dan keluarga sampean”
Berikut obrolan pembuka ternyata selam ini kita sebagai anak atau kepala keluarga pun terkadang lupa dan terhanyut dengan harapan serta doa.
Selanjutnya mari kita simak perjalanan kisah seorang anak Nah mari kita simak perjalanan hidup seorang anak sebut saja namanya Zein (nama samaran) mohon maaf apabila ada kesamaan nama yang lain, tadinya mo pake nama Andri, Pengky, Markonah, Boby, Aldo, Markesot, Margondah, Dinda, Raden, Diajeng, Dadang, Andini, Aini, Mul Nihe, Gembul huuff kok malah jadi kayak ngabsen murid hihihihi, yaaa itu nama-nama diatas yang pernah di pakai oleh para penulis-penulis papan atas yang saya baca dari berbagai buku novel dan fiksi udah tenar ya omong penulis udah tenar dipakai semua oleh para penulis-penulis ntar kalo dipake dikira plagiat bin copas bin nyontek alias niru tapi menurut saya semua penulis siapa pun itu semuanya niru bin copas loh kok bisa? Iya benaran semuanya pada copas, copas hurufnya hihihihihi.
Nama Zein menurut saya simpel empat huruf hehehe jadi inget punya sahabat saya namanya Zen lengkapnya Ust Ahmad Zen yang suaranya kereen adem banget kalo lagi melantunkan sholawat beliau satu kegiatan sama saya rumahnya juga deket saya, kagak nanya tahu? Hahahahaha ya namanya aja lagi nulis kejar tayang nguber biar gak tereliminasi sama Kak Rinawati Patta PJ ori dari Makasar kata info di FBnya dari kelas KMO 25 harap maklum. Nama Zen ini ori nama anak saya lengkapnya Muhammad Zein Ramadhan nama ini dulu saya dapet dari Guru seorang Dyuriyah Kanjeng Rosul bermarga Al Hadi mohon maaf tidak saya sebutkan nama beliau soalnya belum ijin takutnya kurang akhlak. Yaaa kalo memakai nama Zein di komplain sahabat saya ntar gampang minta maaf,
Menulis cerbung bagi saya tantangan baru asli, padahal saya belum pernah baca, and bikin caranya bagaimana seperti apa, walhasil saya bikin asal bikin salah lagi, salah lagi yo wes ben eh ternyata mau gak mau jadi ilmu dari di salah-salahin, mengenai hasil saya gak ngarep bagus dan kereen menurut wong itu sama juga blagu bagi diri sendiri kalo bagus kata orang juga berimbas blagu buat diri sendiri, gak usah dipikirin ya? Kalo gak perlu di pikir tapi kalo dipikir ada benernya lantas sampean manggut-manggut saya tidak mempersilahkan karena hak Anda. Tapi saran saya jangan kelamaan manggut-manggutnya lah kenapa? Ini bukan lagi olahraga hahahaha.
Hehehe gak usah kaget baca tulisan saya ora jelas ya, karena saya sudah terbiasa dikatakan demikian sama temen-temen, tapi bagi saya mereka lebih tidak jelas tiap ketemu juga pinginya ngobrol sama saya, bahkan di tanyain kalo beberapa hari tidak kelihatan suaranya, bukan "batang hidungnya" karena bagi saya kalimat ini tidak pas sebab hidung itu tidak mempunyai batang yang mempunyai batang pohon, ouke gak usah dibantah ya, kalo di bantah elo berati ngajak ribut sama saya, lah iya tulisan aing kumaha aing. Kalo elo mau sparing bikin tulisan sendiri hahahaha.
Ouke cukup ya basa-basinya biar gak kelamaan. Emang kalo basa-basi kebanyakan muter namanya aja basa-basi.
Tahun 1999 sebelum Ebtanas aku mendapatkan surat dari beberapa universitas ternama UGM, UNDIP dan UNES dan beberapa universitas lainnya, aku tidak tahu ada sebab apa? Padahal mengenai kelulusan belum jelas karena belum ada pengumuman. Pernah sesekali aku tanyakan pada Guru surat itu khusus buat para siswa yang masuk sepuluh besar.
Surat tersebut aku kasih ke Ibu. Oh iya ibuku tergolong buta huruf karena tidak mengeyam pendidikan sama sekali, tentunya apa pun kekurangan pada ibu aku tidak mempermasalahkan karena ibu sangat berjasa segalanya bagi aku dan keluarga.
Sewaktu aku membacakan isi surat panggilan dari universitas, secara singkat aku menyampaikannya kepada ibuku
"Bu ini ada beberapa surat undangan dari universitas intinya saya mendapatkan beasiswa masuk tanpa harus test, kira-kira bagaimana Bu?"
Ibu terdiam dan menghela nafas sambil mengelus pundakku seraya berkata
"Nak ibu tahu maksud kamu, kamu ingin melanjutkan sekolah, padahal ibu juga berharap bisa mewujudkan cita-cita kamu kepingin dulu kepingin mondok pesantren namun karena ibu tidak kuat membiayai alhamdulillah ibu bisanya cuman menyekolahkan kamu sampai SMK".
Mendengar penjelasan ibu aku menunduk dengan menahan isak tangis, menahan air mata menetes bukan karena kecewa terhadap ibu, namun ingat dengan perjuangan ibu dalam membiayai hidup keluarga selama bertahun-tahun.
Ibu setiap hari bangun menjelang subuh mempersiapkan barang dagangannya ke pasar tradisional dengan menggendong bakul dan tas kanan kiri yang berisi tahu, tempe, oncom dan kecap kedelai yang di buat sendiri setiap hari, terkadang sebelum berangkat sekolah jam 05.30 saya juga ikut membantu membawa barang dagangannya ke pasar. Perlu diketahui jarak perjalanan yang tempuh kisaran 4 kilo dengan melalui pematang sawah yang tidak bisa di lalui kendaraan hanya bisa memakai sepeda ontel itu pun apabila berpapasan harus turun. Kenapa berjalan kaki bukan karena tidak mau, namun sayang biaya untuk bayar angkot atau menyuruh orang mengantar lumayan bisa untuk menutup beli beras sekilo, dua atau buat tambahan uang jajan anak-anaknya.
Oh iya sejak sekolah Dasar waktu itu Zein sekolah di MI karena sekolahan hanya 2 menit dari rumah, jujur aku tergolong gak pintar-pintar amat namun andalan yang sangat menyukai membaca, juga sudah terbiasa melakukan aktivitas sepulang sekolah ikut kerja sama orang membantu kecil-kecilan di sawah mengantarkan makanan, kadang ikut menanam padi dan mencabuti rumput-rumput di kebun tebu. Memang hasilnya tidak seberapa namun lumayan bisa membantu buat uang jajan sendiri.
Bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar