Banyak Referensi Banyak Ilmu
Oleh : Rokhmat
Para sahabat-sahabati, para senior kakak kelas serta para Dosen dan all penghuni group AWC yang saya hormati sebelum saya paparkan mengenai “mengucapkan selamat hari raya kepada non muslim tidak boleh”, Di sini yang saya garis bawahi adalah bukan bermaksud minteri, sok tahu bin blagu apa lagi pingin jadi pemateri ah nggak dulu deh karena yang lebih pantas banyak namun belum di tunjukan aja.
Yang akan saya paparkan di sini lebih pada ke konteks objek dari group Academi Wraiting Comunity yaitu belajar menuangkan pemikiran dalam bentuk artikel atau tulisan dan belajar berliterasi bukan untuk ujug gigi saya yang paling benar Anda salah, apa lagi debat kusir hadeeuh.
Tapi pabila ada yang seneng debat ada wadahnya sendiri loh kalo di NU namanya LBM (Lembaga Bahtsul Masail) Bahtsul Masail ini merupakan tradisi intelektual NU yang sudah berlangsung sejak di dirikannya.
Menyinggung sedikit terkait aktifitas LBM sebenarnya sudah berlangsung sebelum di dirikannya NU namun berjalan dalam bentuk jamiyah khususnya di pondok-pondok pesantren dalam bentuk musyawarah, mudzakarah dan munazharah. Kemudian NU melanjutkan tradisi itu dan mengadopsinya sebagai kegiatan keorganisasian dalam bentuk Lembaga.
Momen LBM biasanya di adakan pada Muktamar, Munas, Kombes yang di hadiri dari kumpulan para ulama perwakilan masing-masing ponpes dan struktural NU lainnya dengan membawa permasalahan dan jawaban dengan berbagai sumber ref bukan satu sumber referensi saja nah dalam forum tersebut telah menjadi Kutubul Mu’tabarah yang di akui kualitas dan validitasnya sebagai rujukan sehingga produk yang di hasilkan sangat otoritatif dan layak menjadi rujukan bersama.
Sejak tahun 1926 sampai tahun 2010 sudah terselenggarakan 43 kali dengan menghasilkan keputusan berbagai ribuan masalah dari masalah fiqih, tasyawuf, aqoid, politik, kehidupan dan all terkait hukum dan hasil tersebut dalam bentuk buku Ahkamul Fuqoha.
Keputusan yang di hasilkan NU melalui Muktamar, Munas dan Kombes ini memiliki kekuatan hukum dan bisa di jadikan rujukan, karena merupakan hasil istimbath jama’i lebih lengkap cek buku hasil Muktamar dari tahun 1926 hingga 2015 “Ahkamul Fuqoha Solusi Problematik. aktual Hukum Islam”.
Mengingat baca adalah kesenengan saya dan adanya group Academic Wraiting Community alhamdulillah menjadi wadah buat saya dan saya sudah merasa nyaman bahkan butuh dan selalu berupaya berliterasi, dan tentunya saya sangat merasa masih harus buanyak belajar dan belajar terus.
Sama-sama kita ketahui berliterasi adalah melatih sebuah kemampuan dan ketrampilan dalam membaca dan menulis, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu dalam kehidupan sehari-hari walhasil literasi tidak bisa lepas dari kemampuan bahasa dan tentunya membaca membaca di sini tidak cukup baca buku tok tapi bagaimana membaca lingkungan, obrolan, diskusi, debat, entah di medsos ataupun secara langsung, perjalanan, gelagat kurang nyaman, galau, fhoto, lagu, kejadian, peristiwa, bencana, berita politik, curhat, hal-hal tersebutlah menjadi pemicu munculnya ide menjadi artikel walaupun artikel yang saya tulis saya mengakui masih sangat jauh kategori baik dari para senior-senior yang sudah menerbitkan hasil karyanya dan penulis yang sudah profesional walhasil menurut yang saya alami harus banyak baca, sebab menurut Pak Wahyu dan para penulis lainnya supaya bisa berliterasi yang mendominasi hal tersebut adalah iqro”.
Jujur saya lebih senang di saat ada yang mengkoreksi apa yang saya lakukan baik tulisan maupun tingkah laku saya sebab menurut saya itu suatu bentuk perhatian dan pedulinya Anda terhadap saya. Seperti hal yang sekarang ini parihal pamplet (Selamat Hari Raya Nyepi) yang saya share beberapa minggu yang lalu, berhubung saya lupa gak saya catat pernah dapat keterangan tersebut.
Walhasil hikmah buat saya harus cari kembali buku-buku yang pernah saya baca namun saya merasa masih kurang sumber ref dan waktu itu siapa yang minjem? mudah-mudahan saja beberapa buku yang saya pinjamkan ke temen bermanfaat dan saya gak ada maksud untuk memintanya karena saya pernah baca kutipan dari Gus Dur “ Hanya orang bodoh yang mau meminjamkan bukunya. Dan hanya orang gila yang mengembalikan buku yang sudah dia pinjam” hehehe bener juga sih menurut saya intinya kalo pingin buku ya beli, ya wes gak apa-apalah wong saya juga lupa siapa yang minjem.
Baik akan coba saya paparkan terkait ucapan kaum muslim dengan selamat hari raya natal, nyepi, waisak dsb tentunya terhadap non muslim, di sini al fakir tidak berani memberikan jawaban dan mengambil sikap secara pribadi karena keterbatasan wawasan keilmuan al fakir, walhasil jawaban ini al fakir mengambil dari berbagi sumber ref yang referensi tersebut hasil konsultasi orang yang saya hubungi dan menurut saya keilmuan beliau sangat matang dan mumpuni. Saya coba hubungi Kyai Yayan Bunyamin Rois Syuriah PBNU beliau asli Tasik Malaya dan saya pernah bertatap muka dan belajar dengan beliau, beliau sudah menghasilkan beberapa karya buku Aswaja berikut dengan hujjahnya, menalar NU 3 jilid beberapa buku lainnya. Alhamdulillah beliau sigap mengirimkan link dan ref yang dominan dari NU On Line, dan berbagai buku-buku koleksi pribadi.
Mari kita simak bersama mohon maaf kalo panjang poll.
Artikel ini di tulis Oleh Muchlishon
Masyarakat Indonesia kerap kali berdebat mengenai boleh dan tidaknya mengucapkan selamat atas hari besar agama lain, seperti hari Natal, Nyepi, dan seterusnya. Ada kelompok masyarakat yang membolehkan, namun tidak sedikit yang melarang.
Perdebatan ini kerap membesar, baik di dalam kehidupan sehari-hari dan di jagad media digital. Sebelum lebih jauh, ada baiknya kita melihat ragam pandangan ulama dalam melihat hal ini. Para ulama sendiri juga terbagi menjadi dua kelompok dalam melihat fenomena ini; ada kelompok ulama yang membolehkan dan ada pula yang mengharamkan.
Masing-masing memiliki argumentasi dan dalil untuk mengukuhkan pendapatnya.
Perbedaan ini dikarenakan tidak adanya ayat Al-Qur’an atau hadits yang secara jelas menerangkan hukumnya. Oleh para ulama, hal seperti ini dimasukkan dalam kategori persoalan ijtihadi.
*Boleh* Sebagian kelompok ulama yang membolehkan ucapan selamat atas hari besar umat beragama lain berpedoman pada Al-Qur’an Surat al-Mumtahanah ayat 8: “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” Dalam ayat tersebut, Allah tidak melarang seorang Muslim untuk berbuat baik kepada siapa saja yang tidak memeranginya dan mengusirnya.
Nah, mengucapkan selamat hari raya non-Muslim dinilai sebagai salah satu bentuk perbuatan baik kepada non-Muslim. Dengan demikian, adalah boleh hukumnya melakukan hal demikian.
Ulama yang memperbolehkan juga menjadikan hadits Nabi Muhammad yang diriwayatkan Anas bin Malik sebagai dalil atas pendapat mereka. Bunyi hadits tersebut adalah: “Dahulu ada seorang anak Yahudi yang senantiasa melayani (membantu) Nabi Muhammad, kemudian ia sakit. Maka, Nabi mendatanginya untuk menjenguknya, lalu beliau duduk di dekat kepalanya, kemudian berkata: ‘Masuk Islam-lah!’ Maka anak Yahudi itu melihat ke arah ayahnya yang ada di dekatnya, maka ayahnya berkata: ‘Taatilah Abul Qasim (Nabi Muhammad).’ Maka anak itu pun masuk Islam. Lalu Nabi keluar seraya bersabda: ‘Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari neraka.” Dalam hadits tersebut, Nabi Muhammad memberikan teladan kepada umatnya agar berbuat baik kepada non-Muslim yang tidak memerangi mereka. Begitupun dengan mengucapkan selamat hari raya atas agama lain kepada mereka yang memperingatinya.
Ulama yang membolehkankan menilai hal itu sebagai bentuk berbuat baik kepada non-Muslim. Maka memberi selamat hari raya kepada mereka hukumnya boleh. Kelompok ulama ini juga berpendapat bahwa mengucapkan selamat hari raya kepada non-Muslim bukan berarti mengakui apa yang dipercayai mereka, namun lebih pada penghormatan dalam bermasyarakat dan menjaga kerukunan bersama.
*Di antara ulama yang membolehkan* adalah Syekh Ali Jum’ah, Syekh Muhammad Rasyid Ridla, Syekh Yusuf Qaradhawi, Syekh al-Syurbashi, Syekh Abdullah bin Bayyah, Syekh Nasr Farid Washil, Syekh Musthafa Zarqa, Syekh Ishom Talimah, Syekh Musthafa al-Zarqa', Prof. Dr Abdussattar Fathullah Sa'id, Prof. Dr. Muhammad al-Sayyid Dusuqi, Majelis Fatwa Eropa, Majelis Fatwa Mesir, dan lainnya.
*Tidak boleh* Sementara itu, di sini yang lain, terdapat ulama yang mengharamkan. Para ulama berpedoman pada beberapa sejumlah dalil, salah satunya adalah Al-Qur’an Surat al-Furqon ayat 72: “Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” Kelompok ulama ini menafsirkan ayat di atas bahwa ciri orang yang akan mendapatkan martabat tinggi di surga adalah orang yang tidak memberikan kesaksian palsu.
Sementara seorang Muslim yang memberikan ucapan selamat atas hari raya agama lainnya dianggap sama dengan memberikan persaksian palsu dan membenarkan keyakinan umat non-Muslim tentang hari rayanya. Sebagai konsekuensinya, dia tidak akan mendapatkan martabat yang tinggi di surga. Atas dasar itulah, mereka mengharamkan ucapan selamat atas hari raya non-Muslim.
Dalil lain yang mereka gunakan untuk menguatkan argumentasinya adalah hadits riwayat Ibnu Umar, yaitu “Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk bagian kaum tersebut.” Hadits ini sangat terkenal dan sering dipakai oleh sekelompok umat Islam untuk mengafirkan umat Islam lainnya, hanya karena mereka dianggap ‘menyerupai’ non-Muslim.
Hadits di atas juga dipakai dalam menghukumi ucapan selamat atas hari besar agama lain. Bagi ulama yang mengharamkan, seorang Muslim yang memberi ucapan selamat atas hari raya agama lain berarti dia menyerupai tradisi umat tersebut. Karena menyerupai, maka dia termasuk dari kaum tersebut. Oleh karena itu, memberi selamat haram non-Muslim menjadi haram hukumnya. Di samping itu, mereka juga berpendapat bahwa seseorang Muslim yang mengucapkan selamat hari raya non-Muslim dianggap ikut serta dalam menysiarkan ajaran orang-orang kafir. Padahal, Allah tidak meridhai para hambanya yang kafir.
*Di antara ulama yang mengharamkan seorang Muslim mengucapkan selamat atas hari raya agama lain* adalah Ibnu Taimiyyah, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Syekh Abdul Aziz bin Baz, Syekh Utsaimin, Syekh Ibrahim bin Muhammad al-Haqil, Syekh Ibrahim bin Ja’far, Syekh Ja’far At-Thalhawi, dan lainnya.
_Saling menghormati Karena sifatnya yang ijtihadi_ , maka hukum memberi selamat hari raya non-Muslim tidak lantas mutlak haram dan juga tidak multak boleh. Perbedaan situasi dan keadaan membuat setiap Muslim tidak bisa diseragamkan hukumnya dalam hal mengucapkan selamat atas hari raya agama lain bagi setiap Muslim tidak bisa diseragamkan. Misalnya, seorang Muslim mengucapkan selamat Natal kepada seseorang yang memiliki kedekatan dengannya—seperti hubungan saudara atau partner bisnis- sebagai bentuk penghormatan karena mereka juga menghormati Islam. Juga diniatkan untuk menunjukkan keutamaan ajaran Islam dari sisi akhlak. Maka hal itu boleh saja, sepanjang tidak diiringi keyakinan yang bertentangan dengan aqidah Islamiyah seperti mengikuti rangkaian kegiatan pada Hari Natal atau hari raya agama lainnya. Namun dalam situasi dan keadaan sebaliknya, hukum mengucapkan selamat hari raya non-Muslim bisa haram.
_Yang perlu digaris bawahi adalah jangan sampai perbedaan pendapat tersebut menjadi penyulut konflik di dalam tubuh umat Islam._
Sekali lagi, karena hal ini bersifat ijtihadi, maka jangan sampai ada satu pihak yang mengklaim bahwa pendapatnya lah yang paling benar dan yang lainnya salah.
Alangkah baiknya kalau kita saling menghormati dengan pilihan masing-masing, tanpa harus memaksakan pendapat kita kepada orang lain. Apalagi mengafirkan mereka yang tidak sependapat dengan kita. Wallahu ‘Alam
Penulis adalah Redaktur NU Online
Sumber: https://www.nu.or.id/post/read/112152/hukum-mengucapkan--selamat-natal-
FIQIH PERBANDINGAN
_Ragam Pendapat Ulama soal Mengucapkan Selamat Natal_
Karena perbedaan sudut pandang atau kondisi sosial, para ulama berbeda pendapat soal hukum mengucapkan selamat Natal. Menjelang perayaan Natal seperti ini, biasanya muncul perdebatan di tengah masyarakat tentang hukum seorang Muslim mengucapkan selamat Natal kepada umat Kristiani atau siapa saja yang memperingatinya.
Tidak jarang, perdebatan itu menimbulkan percekcokan, bahkan vonis kafir (takfรฎr).
Untuk menjawab hukumnya, penulis akan mengupasnya dalam beberapa poin.
*Pertama* , tidak ada ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi yang secara jelas dan tegas menerangkan keharaman atau kebolehan mengucapkan selamat Natal. Padahal, kondisi sosial saat nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wasallam hidup mengharuskannya mengeluarkan fatwa tentang hukum ucapan tersebut, mengingat Nabi dan para Sahabat hidup berdampingan dengan orang Yahudi dan Nasrani (Kristiani). Baca juga: • Nabi Isa Pun Seorang Muslim • Dalil tentang Masih Hidupnya Nabi Isa dan Turunnya di Akhir Zaman
*Kedua* , karena tidak ada ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi yang secara jelas dan tegas menerangkan hukumnya, maka masalah ini masuk dalam kategori permasalahan ijtihadi yang berlaku kaidah:
َูุง َُْูููุฑُ ุงْูู
ُุฎْุชََُูู ِِْููู َูุฅَِّูู
َุง َُْูููุฑُ ุงْูู
ُุฌْู
َุนُ ุนََِْููู
Permasalahan yang masih diperdebatkan tidak boleh diingkari (ditolak), sedangkan permasalahan yang sudah disepakati boleh diingkari.
*Ketiga* , dengan demikian, baik ulama yang mengharamkannya maupun membolehkannya, sama-sama hanya berpegangan pada generalitas (keumuman) ayat atau hadits yang mereka sinyalir terkait dengan hukum permasalahan ini.
Karenanya, mereka berbeda pendapat.
*Pertama* , sebagian ulama, meliputi Syekh Bin Baz, Syekh Ibnu Utsaimin, Syekh Ibrahim bin Ja’far, Syekh Ja’far At-Thalhawi dan sebagainya, mengharamkan seorang Muslim mengucapkan selamat Natal kepada orang yang memperingatinya.
Mereka berpedoman pada beberapa dalil, di antaranya: Firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam surat Al-Furqan ayat 72:
َูุงَّูุฐَِูู َูุง َูุดَْูุฏَُูู ุงูุฒُّูุฑَ َูุฅِุฐَุง ู
َุฑُّูุง ุจِุงَّููุบِْู ู
َุฑُّูุง ِูุฑَุงู
ًุง
Artinya: “Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.”
Pada ayat tersebut, Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan ciri orang yang akan mendapat martabat yang tinggi di surga, yaitu orang yang tidak memberikan kesaksian palsu.
Sedangkan, seorang Muslim yang mengucapkan selamat Natal berarti dia telah memberikan kesaksian palsu dan membenarkan keyakinan umat Kristiani tentang hari Natal. Akibatnya, dia tidak akan mendapat martabat yang tinggi di surga. Dengan demikian, mengucapkan selamat Natal hukumnya haram.
Di samping itu, mereka juga berpedoman pada hadits riwayat Ibnu Umar, bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wasallam bersabda:
ู
َْู ุชَุดَุจََّู ุจَِْููู
ٍ ََُููู ู
ُِْููู
ْ "
Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk bagian kaum tersebut." (HR. Abu Daud, nomor 4031).
Orang Islam yang mengucapkan selamat Natal berarti menyerupai tradisi kaum Kristiani, maka ia dianggap bagian dari mereka. Dengan demikian, hukum ucapan dimaksud adalah haram.
*Kedua* , sebagian ulama, meliputi Syekh Yusuf Qaradhawi, Syekh Ali Jum’ah, Syekh Musthafa Zarqa, Syekh Nasr Farid Washil, Syekh Abdullah bin Bayyah, Syekh Ishom Talimah, Majelis Fatwa Eropa, Majelis Fatwa Mesir, dan sebagainya membolehkan ucapan selamat Natal kepada orang yang memperingatinya.
Mereka berlandaskan pada firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam Surat Al-Mumtahanah ayat 8:
َูุง ََْูููุงُูู
ُ ุงَُّููู ุนَِู ุงَّูุฐَِูู َูู
ْ َُููุงุชُُِูููู
ْ ِูู ุงูุฏِِّูู ََููู
ْ ُูุฎْุฑِุฌُُููู
ْ ู
ِْู ุฏَِูุงุฑُِูู
ْ ุฃَْู ุชَุจَุฑُُّููู
ْ َูุชُْูุณِุทُูุง ุฅَِِْูููู
ْ
Artinya: “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”
Pada ayat di atas, Allah subhanahu wa ta’ala tidak melarang umat Islam untuk berbuat baik kepada siapa saja yang tidak memeranginya dan tidak mengusirnya dari negerinya. Sedangkan, mengucapkan selamat Natal merupakan salah satu bentuk berbuat baik kepada orang non Muslim yang tidak memerangi dan mengusir, sehingga diperbolehkan.
Selain itu, mereka juga berpegangan kepada hadits Nabi shallallahu ’alaihi wasallam riwayat Anas bin Malik:
َูุงَู ุบُูุงَู
ٌ َُูููุฏٌِّู َูุฎْุฏُู
ُ ุงَّููุจَِّู ุตََّูู ุงَُّููู ุนََِْููู َูุณََّูู
َ َูู
َุฑِุถَ، َูุฃَุชَุงُู ุงَّููุจُِّู ุตََّูู ุงَُّููู ุนََِْููู َูุณََّูู
َ َูุนُูุฏُُู، ََููุนَุฏَ ุนِْูุฏَ ุฑَุฃْุณِِู ََููุงَู َُูู: ุฃَุณِْูู
ْ. ََููุธَุฑَ ุฅَِูู ุฃَุจِِูู ََُููู ุนِْูุฏَُู، ََููุงَู َُูู: ุฃَุทِุนْ ุฃَุจَุง ุงَْููุงุณِู
ِ ุตََّูู ุงَُّููู ุนََِْููู َูุณََّูู
َ. َูุฃَุณَْูู
َ. َูุฎَุฑَุฌَ ุงَّููุจُِّู ุตََّูู ุงَُّููู ุนََِْููู َูุณََّูู
َ ََُููู َُُูููู: (ุงْูุญَู
ْุฏُ َِِّููู ุงَّูุฐِู ุฃََْููุฐَُู ู
َِู ุงَّููุงุฑِ) ู “
Dahulu ada seorang anak Yahudi yang senantiasa melayani (membantu) Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, kemudian ia sakit. Maka, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mendatanginya untuk menjenguknya, lalu beliau duduk di dekat kepalanya, kemudian berkata: “Masuk Islam-lah!” Maka anak Yahudi itu melihat ke arah ayahnya yang ada di dekatnya, maka ayahnya berkata:‘Taatilah Abul Qasim (Nabi shallallahu 'alaihi wasallam).” Maka anak itu pun masuk Islam.
Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam keluar seraya bersabda: ”Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari neraka.” (HR Bukhari, No. 1356, 5657) Menanggapi hadits tersebut, ibnu Hajar berkata: “Hadits ini menjelaskan bolehnya menjadikan non-Muslim sebagai pembantu, dan menjenguknya jika ia sakit”. (A-Hafidh Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, juz 3, halaman 586).
Pada hadits di atas, Nabi mencontohkan kepada umatnya untuk berbuat baik kepada non-Muslim yang tidak menyakiti mereka. Mengucapkan selamat Natal merupakan salah satu bentuk berbuat baik kepada mereka, sehingga diperbolehkan.
Dari pemaparan di atas, _bisa diambil kesimpulan bahwa para ulama berbeda pendapat tentang ucapan selamat Natal dan Hari Raya lainnya_ .
Ada yang mengharamkan, dan ada yang membolehkan.
Umat Islam diberi keleluasaan untuk memilih pendapat yang benar menurut keyakinannya. Maka, perbedaan semacam ini tidak boleh menjadi konflik dan menimbulkan perpecahan.
Jika mengucapkan selamat Natal diperbolehkan, maka menjaga keberlangsungan hari raya Natal, sebagaimana sering dilakukan Banser, juga diperbolehkan.
Dalilnya, sahabat Umar bin Khattab radhiyallahu anhu menjamin keberlangsungan ibadah dan perayaan kaum Nasrani Iliya’ (Quds/Palestina):
َูุฐَุง ู
َุง ุฃَุนْุทَู ุนَุจْุฏُ ุงِููู ุนُู
َุฑُ ุฃَู
ِْูุฑُ ุงْูู
ُุคْู
َِِْููู ุฃََْูู ุฅَِِْูููุงุกَ ู
َِู ุงْูุฃَู
َุงِู: ุฃَุนْุทَุงُูู
ْ ุฃَู
َุงًูุง ِูุฃَُْููุณِِูู
ْ َูุฃَู
َْูุงِِููู
ْ َََูููุงุฆِุณِِูู
ْ َูุตَْูุจَุงِِููู
ْ َูุณَุงุฆِุฑِ ู
َِّูุชَِูุง، َูุง ุชُุณَُْูู ََููุงุฆِุณُُูู
ْ، ََููุง ุชُْูุฏَู
ُ.
“Ini merupakan pemberian hamba Allah, Umar, pemimpin kaum Mukminin kepada penduduk Iliya’ berupa jaminan keamanan: Beliau memberikan jaminan keamanan kepada mereka atas jiwa, harta, gereja, salib, dan juga agama-agama lain di sana. Gereja mereka tidak boleh diduduki dan tidak boleh dihancurkan.” (Lihat: Tarikh At-Thabary, Juz 3, halaman 609)
Ustadz Husnul Haq, Dosen IAIN Tulungagung dan Wakil Ketua Forum Kandidat Doktor NU Malaysia.
Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/100603/ragam-pendapat-ulama-soal-mengucapkan-selamat-natal
Kutipan dari Nadirsyah Hosen dari artikel kenapa Ulamaberbeda pendapat,
Nadirsyah Hosen adalah Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama Australia-New Zealand dan Dosen Senior Monash Law School. Juga Pengasuh PonPes Ma’had Aly Raudhatul Muhibbin, Caringin Bogor pimpinan DR KH M Luqman Hakim.
Menurut Nadirsyah Hosen, _Sebab para ulama berbeda pendapat ada dua sebab_ yaitu Sebab internal, yaitu berbeda dalam memahami al-Qur’an dan Hadis serta berbeda dalam menyusun metode ijtihad mereka.
Sebab eksternal, yaitu perbedaan sosio-kultural dan geografis
Persoalannya sekarang, bagaimana kita mensikapi perbedaan pendapat di antara ulama? Kalau kita sudah tahu bahwa keragaman pendapat ulama itu juga merujuk pada al-Qur’an dan Hadis, maka silahkan anda pilih pendapat yang manapun. Yang lebih penting lagi, janganlah cepat berburuk sangka dengan keragaman pendapat di kalangan ulama.
Jangan sembarangan menuduh mereka sebagai ulama pesanan ataupun ulama yang ditekan pemerintah. Juga jangan cepat-cepat menilai salah fatwa ulama hanya karena fatwa tersebut berbeda dengan selera ataupun pendapat kita.
Mengapa kita harus mengukur dalamnya sungai dengan sejengkal kayu? Sayang, kita suka sekali mengukur kedalaman ilmu seorang ulama hanya dengan sejengkal ilmu yang kita punya.
Di sisi lain, ulama pun tetap manusia biasa yang tidak lepas dari kesalahan dan kekhilafan. Rasulullah sendiri mengakui bahwa akan ada orang yang salah dalam berijtihad, namun Rasulullah mengatakan tetap saja Allah akan memberi satu pahala bagi yang salah dalam berijtihad, dan dua pahala bagi yang benar dalam ijtihad.
_Masalahnya, Apakah kita punya hak untuk menilai salah-benarnya ijtihad ulama itu?_ Bukankah hanya Allah Hakim yang paling adil?
Al-Haq min Allah!
Mengutip dari buku karya Dedi Supriyadi Kelahiran asli bekasi,
dalam bukunya Sejarah Peradaban Islam terkait peradaban
Kemajuan islam Spanyol Andalusia adalah di Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan : Filsafat, Sains, Bahasa sastra dan musik, Sejarah dan geografi, Fiqih, Kemajuan.
Kemajuan Islam masa Abbasiyah : Biro-biro pemerintahan, Sistem militer, Wilayah pemerintahan, Perdagangan dan industri, Bidang pertanian, Islamisasi masyarakat, Bidang kedokteran, pendidikan, perpustakaan dan toko-toko buku.
Mengenai kemunduran saya simak BUKAN terkait khilafiyah atau perbedaan pendapat dari para ulama namun dari faktor internal (politik) dan ekternal dengan external dengan Yahudi dan Nasrani
Dari.
Kemajuan-kemajuan dan jaman keemasan yang sudah di capai dahulu yang perlu dan harus menjadi bahan pemantik evaluasi untuk bangkit silahkan yang ahli di bidang filsafat, silahkan yang ahli di bidang perekonomian, silahkan yang ahli di bidang kedokteran mbok ya melek sejarah jaman keemasan islam bukan ngurusin khilafiyah terus menerus.
Maaf pabila ngurusin khilafiyah mulu kayak-kayak tidak mau belajar ilmu yang lain yang di bahas itu-itu mulu eitdah ibarat bocah ngaji mah jilid satu bae kagak naek-naek yang lain udah dapet ilmu buanyak kemana bae, wes mengenai perbedaan yang tadi sudah saya paparkan mengambil kutipan dari Nadirsyah Hosen atau pabila benci dengan NU silahkan sharching banyakin baca dan koleksi buku.
Maaf saya simak banyak wali murid dan beberapa pendidikan (TPQ, sekolah Dasar atau Madrasah) atau para Guru banyak yang di kedepankan kepada peserta didik dari materi-materi yang sifatnya khilafiyah, hihihi lah bocah mah ora nyambung baca aja belum mudeng di kata-katain itu haram itu bidngah jangan paksa pemikiran sebagai pengajar /pinter si peserta di didik harus sama, namun bagaimana caranya Guru atau yang pinter ngertiin yang bodoh, awan seperti bagaimana caranya ya belajar lagi lah.
Begitu aja ya mohon maaf kalo kepanjangan atau kurang panjang harap maklum jempol dah pegel banget ngetiknya.
Selanjutnya bagaimana caranya wabah corrona ini bisa segera kabur dan bisa menyikapi wabah-wabah yang lain, walhasil kita harus munculin dari kalangan islam ahli di bidang kedokteran, sains, filsafat dan teknologi biar seperti masa keemasan islam jaman Abasiyah kekuranganya kita evaluasi bersama.
You muslim and insya Allah saya muslim berati kita saudara.
Say at home mari kita isi kegiatan dengan kegiatan manfaat dan membawa manfaat.
Wallahu a'lam
Wallahul muafiq ila aqwamithorik wassalamualikum dan terima kasih.
29 maret 2020
Salam Ngopi ☕ Nusantara ๐
๐๐๐ป